"Prompting itu bukan tugas khusus. Tapi pola pikir yang tertanam di dalam alur kerja modern."
Di era AI generatif sekarang, prompting udah jadi bagian alami dari pekerjaan sehari-hari. Mau lu engineer, desainer, marketer, atau HR — lu pasti bakal berinteraksi sama AI, dan itu butuh prompt.
Kita juga gak perlu belajar prompting secara terpisah. Ini bukan skill eksklusif yang harus dihafalin. Yang penting adalah punya cara berpikir yang jelas, struktur dalam memberi instruksi, dan sedikit usaha buat mikir sebelum ngetik.
Prompting Itu Gampang
Kalau cara mikir kita jelas, prompting itu sebenarnya simpel. Masalahnya bukan di tools-nya — tapi kita yang sering malas mikir duluan.
Prompting itu mudah, kalau kita gak malas mikir.
Prompting Sebagai Budaya Tim
Prompting bukan cuma soal nulis kalimat yang keren. Tapi tentang berpikir secara terstruktur, ngerti cara kerja tools-nya, dan nyaman beriterasi bareng AI.
Tim AI modern biasanya:
- Menyimpan pustaka prompt untuk tugas yang berulang.
- Refining prompt bareng-bareng kalau hasil AI belum sesuai.
- Tau kapan pakai zero-shot, few-shot, atau contoh eksplisit.
- Perlakukan AI kayak rekan kerja junior yang butuh instruksi jelas.
Semua Orang Adalah Prompt Engineer
Kita sekarang hidup di era co-pilot — artinya: lu yang prompt, lu yang nyetir.
Perlu jago NLP? Gak juga. Tapi lu perlu:
- Ngasih instruksi dengan jelas dan logis.
- Iterasi hasil lewat feedback loop.
- Menyesuaikan gaya prompting tergantung tools-nya (ChatGPT ≠ Midjourney).
Daripada meng-outsource kerja prompt ke satu orang, lebih baik bangun budaya prompting yang nyatu di semua alur kerja tim.
Alih-alih meng-glorify “prompt engineer”, lebih baik kita kasih empowerment ke semua orang buat bangun mindset prompting — kolaboratif, kontekstual, dan natural jadi bagian kerja sehari-hari.
Bahkan Prompting Bisa Diotomatisasi
Ironisnya, di banyak kasus sekarang, AI bahkan bisa membuat prompt-nya sendiri. Lu cukup masukin data mentah, dan AI bisa menyusun instruksi atau pertanyaan terstruktur secara otomatis.
Contohnya termasuk prompt generator tools, AI agent, sampai ChatGPT yang bisa rewrite input lu jadi prompt yang lebih presisi.
Berikut contoh dari tweet gue sendiri, di mana prompt sederhana untuk image bisa otomatis berubah jadi versi yang kompleks dan detail — tanpa di-tweak manual sama sekali:
malah ditantang, udh dibilang gampang.
— Gading Nasution ᵍⁿ (@gadingnstn) May 5, 2025
gw bahkan bisa bikin prompt text to image yg sederhana jadi complex detailed prompt.
ini tanpa gw adjust2, lagi. generated prompt, copas. done.
generated prompt hasil midjourney https://t.co/cIPWKGeW4b pic.twitter.com/snZoWwYhdS
Penutup
Lu gak harus jadi expert buat bisa prompting. Cukup punya pola pikir instruktif. Karena hari ini, cara lu ngobrol ke AI = cara lu ngatur hasil kerja.
Daripada rekrut “prompt engineer”, mending fokus bangun budaya prompting di dalam tim. Ajari orang untuk mikir pakai instruksi, bukan cuma ngejar hasil. Karena kualitas AI = seberapa bagus kita nge-brief dia.